Bayangkan ini: sebuah peternakan tenang di Somerset, Inggris, hamparan padang hijau seluas mata memandang, dan aroma patchouli mengambang di udara.
Tambahkan panggung buatan sendiri, tiket masuk hanya £1 (sekitar Rp20 ribu), dan segelas susu segar langsung dari sapi perah. Terasa seperti adegan dari film era 70-an? Tapi ini bukan fiksi, ini nyata.
Inilah kisah menakjubkan tentang lahirnya Glastonbury Festival, salah satu festival musik terbesar dan paling ikonik di dunia. Semuanya bermula dari mimpi sederhana seorang petani.
Tahun 1970, saat dunia masih diliputi semangat perdamaian dan ekspresi bebas, seorang petani susu bernama Michael Eavis di Pilton, Somerset, terinspirasi setelah menonton konser Led Zeppelin. Ia pulang membawa ide besar: mengadakan festival musik di lahannya sendiri. Dan hanya sehari setelah kabar duka dari dunia musik internasional, festival kecil itu resmi digelar pada 19 September 1970.
Awalnya, festival ini belum dinamakan "Glastonbury Festival", melainkan Pilton Pop, Blues & Folk Festival. Tapi atmosfernya? Penuh energi muda, kreativitas, dan kehangatan komunitas.
Dengan jumlah penonton kurang dari 1.500 orang, festival ini mungkin terlihat kecil. Tapi justru dari skala kecil itulah, keajaiban besar dimulai.
Walaupun belum dipadati nama-nama besar seperti saat ini, lineup perdana Glastonbury punya kejutan besar. T. Rex, yang kala itu menggantikan The Kinks secara mendadak, tampil luar biasa dan meninggalkan kesan tak terlupakan. Gaya glam rock mereka mengguncang padang rumput yang dipenuhi para pemimpi berjiwa bebas.
Ada juga penampilan dari Stackridge dan Quintessence, dua grup yang mungkin tak begitu dikenal sekarang, tetapi sangat mencerminkan semangat eksperimental dan artistik khas era itu.
Ya, Anda tidak salah baca. Tiket masuk hanya £1, dan setiap penonton mendapatkan segelas susu segar gratis dari peternakan milik Eavis. Tidak ada iklan besar-besaran, tidak ada sponsor perusahaan besar, apalagi panggung mewah, hanya musik, kebersamaan, dan semangat komunitas yang tulus.
Kesederhanaan ini justru menjadi kekuatan. Festival itu memberikan ruang bagi siapa saja untuk datang, merayakan kebebasan berekspresi, dan terhubung satu sama lain tanpa batasan.
Apa yang membuat Glastonbury pertama begitu berkesan bukan hanya deretan musisinya, tapi pesan di balik festival itu sendiri. Ini adalah tempat berkumpulnya generasi muda yang mendambakan kebebasan, persatuan, dan kreativitas tanpa batas.
Festival ini mengambil inspirasi dari semangat idealisme yang berkembang di akhir 60-an dan menggabungkannya dengan pesona alam pedesaan Inggris. Sebuah pengalaman yang menyatu dengan alam, musik, dan kebersamaan.
Tak ada yang menyangka, acara sederhana itu akan tumbuh menjadi salah satu festival paling berpengaruh di dunia. Dari hanya 1.500 pengunjung, kini Glastonbury mampu menarik lebih dari 200.000 orang dari seluruh dunia.
Dari band lokal hingga musisi legendaris seperti Beyoncé dan Paul McCartney, Glastonbury telah menjadi panggung impian. Namun yang paling penting, jiwa dari festival ini tidak pernah berubah, semangat komunitas, kesederhanaan, dan cinta terhadap musik tetap menjadi fondasinya.
Glastonbury Festival adalah bukti bahwa mimpi besar bisa lahir dari tempat paling sederhana. Dari ladang tenang milik seorang petani, kini menjadi pusat perayaan budaya dan musik dunia.
Jadi, saat Anda melihat ribuan orang berkumpul di depan Pyramid Stage, ingatlah: semuanya bermula dari satu peternakan, satu ide gila, dan segelas susu gratis.