Mikroplastik, fragmen plastik yang sangat kecil dengan diameter kurang dari 5 milimeter, telah menyusup ke hampir setiap sudut lingkungan kita, termasuk udara, air, tanah, dan bahkan pasokan pangan.
Paparan manusia terhadap mikroplastik terjadi melalui konsumsi, inhalasi, dan kontak kulit, dengan bukti ilmiah yang terus berkembang mengungkapkan risiko kesehatan signifikan yang ditimbulkan oleh polutan yang meluas ini.
Humans (kami) terpapar mikroplastik terutama melalui konsumsi makanan laut yang tercemar dan air minum, serta inhalasi partikel-partikel yang terdispersi di udara. Sebuah penelitian memperkirakan bahwa setiap individu rata-rata mengonsumsi puluhan ribu partikel mikroplastik setiap tahunnya, dengan beberapa analisis bahkan mencatat angka antara 78.000 hingga lebih dari 200.000 partikel per tahun dari berbagai sumber. Mikroplastik yang sekecil 1,5 mikrometer dapat melewati penghalang epitel dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik, kemudian terkumpul di organ-organ vital seperti hati, paru-paru, kelenjar getah bening, dan bahkan jaringan otak. Deteksi mikroplastik dalam plasenta manusia juga menunjukkan adanya kemungkinan paparan dalam rahim, menambah kekhawatiran tentang efek perkembangan pada janin.
Kehadiran fisik partikel dalam sel dapat mengganggu fungsi seluler, sementara bahan kimia tambahan yang terabsorpsi—seperti ftalat dan bisfenol A, serta kontaminan lingkungan yang dibawa oleh mikroplastik dapat bocor dan merusak fungsi endokrin dan sistem imun. Paparan ini memicu beragam gangguan kesehatan yang bisa berkelanjutan.
Data eksperimen menunjukkan bahwa mikroplastik dapat memicu stres oksidatif, yang ditandai dengan ketidakseimbangan yang menguntungkan spesies oksigen reaktif (ROS) yang merusak komponen seluler seperti DNA, protein, dan lipid. Kerusakan oksidatif ini kemudian dapat memicu jalur inflamasi, yang menghasilkan peradangan sistemik kronis yang terlibat dalam berbagai penyakit tidak menular. Mikroplastik juga diketahui memodulasi pola ekspresi gen, mengubah sinyal seluler, dan memicu apoptosis (kematian sel) pada berbagai jenis sel, termasuk sel endotel vaskular dan model jaringan paru-paru.
Penelitian dalam bidang neurobiologi juga mencatat bahwa mikroplastik dapat merusak penghalang darah-otak, yang dapat menyebabkan potensi efek neurotoksik, yang berkontribusi pada penurunan kognitif atau perkembangan penyakit neurodegeneratif. Selain itu, gangguan pada sistem imun akibat paparan mikroplastik juga semakin meningkatkan kerentanannya terhadap infeksi dan bahkan berpotensi memicu fenomena autoimun.
Studi epidemiologi dan mekanistik telah mengaitkan paparan mikroplastik dengan beragam masalah kesehatan yang merugikan. Penelitian di bidang kardiovaskular menunjukkan adanya hubungan antara mikroplastik dalam plak arteri dan peningkatan risiko serangan jantung (infark miokard). Sementara itu, dampak pada sistem pernapasan mencakup meningkatnya kejadian kondisi pernapasan inflamasi akibat serat-serat mikroplastik yang terhirup.
Gangguan pada saluran pencernaan juga muncul, dengan penumpukan mikroplastik yang dapat merusak integritas mikrobiota usus dan mengganggu pergerakan usus. Toksisitas reproduksi juga telah disarankan, dengan gangguan metabolisme hormon dan pertumbuhan janin yang terhambat akibat beban mikroplastik pada plasenta. Bukti awal juga mengindikasikan potensi risiko karsinogenik, dengan penelitian yang menunjukkan adanya disfungsi seluler yang disebabkan oleh mikroplastik pada jaringan yang sering terpengaruh oleh kanker.
Meskipun pengetahuan tentang mikroplastik semakin berkembang, masih terdapat banyak celah yang perlu diisi untuk sepenuhnya memahami toksisitas mikroplastik pada manusia. Beberapa tantangan besar antara lain adalah kesulitan dalam mengukur tingkat paparan, keragaman jenis dan ukuran partikel, serta variasi dalam kerentanannya pada individu. Selain itu, untuk membuktikan hubungan sebab akibat dalam perkembangan penyakit kronis, diperlukan studi kohort jangka panjang yang menggabungkan pendekatan multi-omik dan pemodelan risiko lanjutan.
Dr. Jeffrey M. Drazen, seorang tokoh terkemuka dalam pulmonologi, mengatakan, "Memahami bagaimana mikroplastik dapat memasuki jaringan vital dan memicu peradangan menggarisbawahi urgensi riset yang terfokus untuk mengurangi dampak kesehatannya." Senada dengan itu, Dr. Sherri A. Mason, seorang ahli kimia lingkungan, menambahkan, "Pemahaman kami yang terus berkembang tentang bioakumulasi mikroplastik menyoroti masalah kesehatan lingkungan yang sangat krusial dan memerlukan perhatian kebijakan serta klinis yang komprehensif."
Mikroplastik telah menjadi ancaman tersembunyi yang meresap ke dalam kehidupan kita, dengan dampak yang luas pada kesehatan manusia. Dengan berbagai jalur paparan, partikel-partikel ini terkumpul di berbagai jaringan tubuh, memicu stres oksidatif, peradangan, kerusakan seluler, dan potensi gangguan pada sistem fisiologis kita. Mengatasi masalah kompleks ini memerlukan pemantauan yang lebih baik, metodologi riset yang lebih inovatif, dan inisiatif kebijakan yang tangguh guna mengurangi polusi mikroplastik di lingkungan serta paparan pada manusia. Integrasi wawasan toksikologi dengan praktik klinis akan sangat penting dalam mencegah dampak jangka panjang yang disebabkan oleh polutan yang sangat tersebar ini.
Inilah saatnya untuk bertindak! Ayo, kita mulai peduli dan memperjuangkan masa depan yang lebih sehat tanpa ancaman mikroplastik yang tersembunyi di setiap sudut kehidupan kita!