Tubuh manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk beradaptasi dengan lingkungan. Namun, perubahan cuaca dari panas ke dingin atau sebaliknya ternyata bisa memengaruhi energi, daya tahan tubuh, bahkan kualitas tidur.


Fenomena yang sering disebut sebagai kelelahan musiman ini bukan hanya rasa kantuk biasa, tetapi terkait erat dengan mekanisme biologis dan imun tubuh kita.


Mekanisme Hubungan Cuaca dan Sistem Imun


Ketika cuaca dingin datang, tubuh memerlukan energi tambahan untuk menjaga suhu tetap stabil. Proses ini dapat membebani sistem imun karena sebagian energi yang seharusnya dipakai untuk melawan infeksi justru dialihkan untuk menjaga kehangatan tubuh. Selain itu, kebiasaan lebih sering berada di dalam ruangan pada cuaca dingin meningkatkan kemungkinan penyebaran virus pernapasan.


Udara yang kering juga ikut memperburuk keadaan. Saluran pernapasan menjadi lebih kering sehingga pertahanan alami tubuh terhadap kuman berkurang. Sebaliknya, saat cuaca panas, tubuh rentan terhadap dehidrasi dan stres panas. Kondisi ini bisa melemahkan respons imun dan menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.


Dampak Langsung Kelelahan Musiman


Perasaan lelah, kurang bersemangat, hingga menurunnya stamina sering muncul saat pergantian musim, terutama ketika suhu menurun dan siang hari lebih pendek. Fenomena ini bukan hanya soal psikologis. Penelitian menunjukkan bahwa aktivitas imun dan peradangan sangat dipengaruhi oleh kualitas tidur dan ritme sirkadian.


Tidur yang kurang atau tidak teratur bisa menurunkan kinerja sel imun penting seperti sel NK (Natural Killer) dan limfosit T. Akibatnya, tubuh menjadi lebih mudah terserang penyakit.


Tantangan yang Sering Muncul di Berbagai Musim


Cuaca Dingin: Imun Melemah dan Energi Cepat Habis


Pada saat cuaca dingin, tubuh menghadapi dua tantangan sekaligus: imunitas yang menurun dan kebutuhan energi yang meningkat. Dr. Benjamin S. Bleier menjelaskan, "Ketika cuaca dingin datang, orang cenderung lebih banyak berkumpul di dalam ruangan yang padat, sehingga penyebaran kuman lebih mudah terjadi. Selain itu, beberapa virus lebih mampu bertahan di suhu dingin, sementara sistem imun manusia justru bisa melemah."


Kurangnya sinar matahari juga membuat produksi vitamin D berkurang, yang pada akhirnya menghambat respons imun. Udara dingin dan kering semakin memperlemah pertahanan alami di saluran pernapasan, membuat virus lebih mudah berkembang.


Musim Panas dan Musim Semi: Panas, Alergi, dan Rasa Lelah


Ketika suhu meningkat, tubuh berisiko kehilangan cairan lebih cepat. Dehidrasi dapat menurunkan imunitas alami, sehingga tubuh lebih mudah terkena infeksi. Selain itu, musim semi membawa lonjakan jumlah alergen seperti serbuk sari. Paparan alergen ini bisa memicu reaksi peradangan yang membuat tubuh terasa lesu, mirip dengan gejala flu ringan.


Dr. Haitham Khraishah menambahkan, "Orang dengan asma, penyakit paru kronis, atau kondisi pernapasan lainnya lebih berisiko ketika suhu turun karena udara dingin dan kering dapat mengiritasi saluran napas. Hal ini memicu peradangan dan penyempitan saluran pernapasan, yang akhirnya menimbulkan batuk, sesak, dan rasa tidak nyaman terutama saat beraktivitas."


Tidur dan Ritme Sirkadian: Kunci Vital Imunitas


Tidur bukan sekadar istirahat, tetapi salah satu mekanisme utama tubuh untuk memperbaiki sistem imun. Sinkronisasi pola tidur dengan ritme alami siang dan malam membantu tubuh menjaga daya tahan.


Kurang tidur secara kronis terbukti meningkatkan peradangan dan menurunkan kapasitas imun. Produksi zat proinflamasi seperti interleukin-6 akan meningkat ketika pola tidur terganggu, membuat tubuh lebih mudah lelah dan rentan sakit.


Strategi Mengatasi Kelelahan Musiman dan Menjaga Imun


Untungnya, ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak kelelahan musiman sekaligus menjaga imun tetap kuat sepanjang tahun:


- Tidur yang cukup dan berkualitas untuk menjaga ritme sirkadian dan memperkuat memori imun.


- Mengonsumsi makanan bergizi seimbang, terutama di musim dengan paparan sinar matahari terbatas, agar kebutuhan vitamin D dan C tetap tercukupi.


- Menjaga hidrasi tubuh, khususnya di cuaca panas agar fungsi imun tidak melemah.


- Berolahraga secara teratur dengan intensitas sedang untuk merangsang respons imun tanpa membebani tubuh.


Dr. Benjamin S. Bleier kembali menekankan bahwa kebiasaan berkumpul di ruang tertutup saat cuaca dingin meningkatkan risiko penyebaran penyakit. Oleh karena itu, menjaga ventilasi udara dan mengurangi kerumunan menjadi langkah penting dalam mencegah penularan virus.


Kelelahan musiman adalah hasil interaksi kompleks antara faktor lingkungan, kebiasaan sehari-hari, dan kondisi fisiologis tubuh. Memahami bagaimana perubahan cuaca memengaruhi energi dan imunitas membuat kita bisa lebih waspada serta proaktif menjaga kesehatan.


Dengan perhatian khusus pada tidur, asupan gizi, hidrasi, serta cara menghadapi stres lingkungan, tubuh dapat lebih tangguh menghadapi pergantian musim. Hasilnya, kita bisa tetap berenergi, sehat, dan minim risiko sakit sepanjang tahun.