Hi, Lykkers! Setiap tahun, dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah berubah menjadi panggung megah budaya yang memikat ribuan pengunjung dari berbagai penjuru.
Festival dengan nama Dieng Culture Festival (DCF) ini bukan sekadar acara hiburan, melainkan perayaan warisan leluhur yang berpadu harmonis dengan nuansa spiritual, kesenian tradisional, dan keindahan alam pegunungan.
DCF telah menjadi salah satu festival budaya paling dinanti di Indonesia dan simbol kebangkitan potensi pariwisata lokal. Sebentar lagi akan ada Dieng Culture Festival 2025 loh. Sebelum itu mari kita kenalan dulu apa itu DCF?
Perayaan di Negeri Atas Awan
Dieng dikenal sebagai "Negeri di Atas Awan" karena letaknya di ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut. Dataran tinggi ini menyimpan kekayaan alam seperti kawah vulkanik, telaga berwarna, dan candi-candi Hindu yang berusia ribuan tahun. Di tengah lanskap yang magis ini, Dieng Culture Festival lahir sebagai bentuk penghormatan kepada tradisi masyarakat setempat sekaligus upaya memperkenalkan potensi wisata budaya dan spiritual yang unik.
DCF pertama kali digelar pada tahun 2010, dan sejak itu terus berkembang setiap tahunnya. Festival ini diselenggarakan oleh masyarakat lokal bersama pemerintah daerah dan komunitas kreatif, yang semuanya berkontribusi menciptakan atmosfer hangat dan autentik.
Ritual Cukur Rambut Gimbal: Inti Spiritualitas DCF
Salah satu acara paling ikonik dalam DCF adalah ritual cukur rambut gimbal anak-anak Dieng, yang menjadi simbol spiritual festival ini. Rambut gimbal atau gembel yang tumbuh secara alami pada anak-anak di kawasan Dieng dianggap sebagai anugerah dari leluhur.
Namun, rambut tersebut tidak bisa dipotong sembarangan. Menurut kepercayaan lokal, pemotongan rambut hanya boleh dilakukan jika si anak menginginkannya sendiri. Sebelum dicukur, orang tua harus memenuhi permintaan anak sebagai syarat ritual, yang bisa berupa benda tertentu atau makanan kesukaan.
Prosesi cukur rambut gimbal dilakukan dengan khidmat dan diiringi upacara adat serta doa-doa. Masyarakat percaya, setelah ritual ini, anak-anak akan hidup lebih sejahtera dan bebas dari gangguan spiritual.
Pesta Seni dan Cahaya
DCF tidak hanya menghadirkan aspek spiritual, tetapi juga menampilkan kekayaan seni dan budaya Jawa. Berbagai pertunjukan seperti wayang kulit, tari tradisional, musik gamelan, hingga seni kontemporer dipentaskan sepanjang festival.
Salah satu momen yang paling memukau adalah Jazz Atas Awan, konser musik yang digelar di tengah dinginnya malam Dieng. Suasana magis tercipta saat dentingan jazz berpadu dengan kabut dan udara pegunungan. Tidak hanya musisi lokal, acara ini juga sering mengundang musisi nasional untuk tampil.
Tak kalah menarik, festival ini ditutup dengan penerbangan lampion massal, di mana ribuan lampion dilepaskan ke langit malam. Momen ini menjadi simbol harapan dan doa bersama untuk masa depan yang lebih baik, serta menjadi daya tarik utama bagi para wisatawan.
Harmoni Budaya dan Ekonomi Lokal
Keberadaan Dieng Culture Festival tidak hanya memperkaya budaya, tetapi juga memberikan dampak ekonomi positif bagi masyarakat. Saat festival berlangsung, penginapan lokal, UMKM, dan pelaku wisata mendapatkan peningkatan penghasilan yang signifikan.
Produk lokal seperti keripik carica, purwaceng, hingga kerajinan tangan mendapat panggung untuk dikenal lebih luas. DCF juga menjadi media promosi efektif bagi pariwisata Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo, dua wilayah yang membagi kawasan Dieng.
DCF dan Wisata Berkelanjutan
Salah satu nilai penting dari DCF adalah keberlanjutan. Panitia dan masyarakat berusaha menjaga kelestarian alam dan budaya selama festival berlangsung. Kampanye lingkungan seperti pengurangan sampah plastik, edukasi budaya, dan pelibatan generasi muda dalam pengelolaan festival menjadi bagian dari upaya menjaga keseimbangan antara tradisi dan perkembangan zaman.
DCF 2025
Dieng Culture Festival (DCF) 2025 yang memasuki penyelenggaraan ke‑15 dengan tema "Back to The Culture" akan digelar pada tanggal 23–24 Agustus 2025 di Kompleks Candi Arjuna, Dieng (Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara–Wonosobo), Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah.
Festival ini menyuguhkan rangkaian aktivitas budaya yang khas dan memukau: prosesi Kirab Budaya, ritual Jamasan dan pencukuran rambut gimbal pada anak-anak yang telah mencapai masa pubertas (ruwatan anak gombel), serta penampilan musik tradisional dan modern seperti Jazz Atas Awan, pesta lampion, pertunjukan wayang dan tari, pameran kerajinan lokal, kuliner khas, hingga aksi pelarungan rambut gimbal dan pertunjukan kembang api.
Sebelumnya, DCF juga mensosialisasikan event pendahulu melalui "Dieng Fun Walk" (5 km & 10 km) pada 26–27 Juli sebagai bagian dari peluncuran resmi festival, bekerja sama antara Pokdarwis Dieng Pandawa, KKN UGM, dan Pemda Banjarnegara.
Dieng Culture Festival bukan hanya sebuah perhelatan seni, tetapi juga ruang refleksi spiritual, perayaan identitas budaya, dan momentum pemberdayaan masyarakat. Melalui DCF, Dieng tak sekadar menjadi destinasi wisata alam, tetapi juga menjadi simbol kekayaan budaya yang hidup dan berkembang.
Menghadiri DCF adalah pengalaman yang menyentuh, di mana pengunjung diajak merasakan langsung semangat gotong royong, keindahan tradisi, dan magisnya alam Dieng. Sebuah festival yang tak hanya memanjakan mata, tetapi juga menghangatkan jiwa.