Hipotensi ortostatik, atau yang sering disebut hipotensi postural, adalah kondisi medis di mana tekanan darah mengalami penurunan drastis saat seseorang beralih posisi dari duduk atau berbaring ke posisi berdiri.
Kondisi ini bukan hanya membuat pusing ringan, melainkan bisa berujung pada pingsan yang berbahaya. Hipotensi ortostatik juga sering menjadi pertanda adanya gangguan pada sistem saraf otonom, jantung, atau masalah volume darah dalam tubuh.
Saat berdiri, gaya gravitasi menyebabkan darah mengalir dan mengendap di pembuluh darah di kaki dan organ perut bagian bawah. Dalam kondisi normal, tubuh akan segera mengaktifkan mekanisme refleks, khususnya sistem saraf simpatik, untuk menyempitkan pembuluh darah dan mempercepat detak jantung. Proses ini bertujuan agar aliran darah ke otak dan organ vital tetap stabil meskipun tubuh berubah posisi.
Namun, pada penderita hipotensi ortostatik, respons ini terlambat, melemah, atau bahkan tidak terjadi sama sekali. Akibatnya, volume darah yang mencapai jantung berkurang, output jantung menurun, dan otak kekurangan pasokan darah yang cukup, sehingga menyebabkan gejala seperti pusing hingga kehilangan kesadaran.
Hipotensi ortostatik bukan penyakit tunggal, melainkan tanda dari berbagai kondisi yang mendasarinya. Beberapa penyebab dan faktor risiko utama meliputi:
Kekurangan Volume Darah: Kondisi seperti dehidrasi, kehilangan darah, atau asupan cairan yang kurang dapat menyebabkan volume darah menurun sehingga memicu hipotensi ortostatik.
Gangguan Sistem Saraf Otonom: Penyakit neurodegeneratif seperti Parkinson, multiple system atrophy, atau pure autonomic failure menyebabkan kegagalan sistem saraf mengatur tekanan darah dengan tepat.
Efek Obat-obatan: Beberapa obat seperti antihipertensi dan antidepresan dapat melemahkan respons tubuh terhadap perubahan posisi atau menurunkan volume darah.
Gangguan Endokrin: Diabetes, insufisiensi adrenal, serta masalah tiroid bisa mengganggu mekanisme pengaturan tekanan darah.
Usia Lanjut: Pada orang tua, risiko meningkat karena pembuluh darah yang lebih kaku, sensitivitas baroreseptor yang menurun, serta penggunaan berbagai obat dan penyakit penyerta.
Pada awalnya, gejala hipotensi ortostatik bisa ringan dan mudah diabaikan, seperti rasa lelah, penglihatan kabur, dan sulit berkonsentrasi. Seiring waktu, penderita mungkin mengalami pusing saat berdiri, rasa lemah di kaki, hingga sering pingsan. Beberapa bahkan merasakan nyeri pada leher atau bahu akibat pasokan darah yang kurang ke area tersebut. Jika tidak ditangani, kondisi ini dapat meningkatkan risiko jatuh dan cedera, terutama pada lansia.
Diagnosis ditegakkan dengan mengukur tekanan darah dan denyut jantung saat pasien berbaring, kemudian diulang setelah berdiri pada menit pertama dan ketiga. Jika hasilnya tidak jelas, dokter dapat melakukan tes tilt-table untuk melihat respons tubuh terhadap perubahan posisi secara lebih terkontrol. Setelah diagnosis ditegakkan, pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk mencari penyebab yang mendasari, apakah karena obat, gangguan saraf, atau dehidrasi.
Penanganan awal lebih menitikberatkan pada perubahan gaya hidup dan tindakan non-obat, antara lain:
Bergerak Perlahan: Menghindari perubahan posisi secara tiba-tiba dengan melakukan transisi berdiri secara perlahan.
Penambahan Cairan dan Garam:Memastikan asupan cairan yang cukup serta, jika dianjurkan dokter, peningkatan konsumsi garam untuk membantu menjaga volume darah.
Menggunakan Stoking Kompresi: Membantu mengurangi penumpukan darah di kaki dan meningkatkan sirkulasi.
Evaluasi Obat-obatan: Meninjau kembali penggunaan obat yang dapat memperburuk hipotensi, dan menyesuaikannya bila memungkinkan.
Jika gejala tetap berlanjut atau cukup berat, dokter mungkin meresepkan obat seperti midodrine atau fludrokortison yang berfungsi menaikkan tekanan darah. Namun, terapi obat harus disesuaikan dengan kondisi pasien karena risiko hipertensi saat berbaring juga harus diwaspadai.
Hipotensi ortostatik bukan hanya masalah tekanan darah semata, melainkan sering mencerminkan gangguan sistem saraf otonom yang lebih luas. Oleh karena itu, evaluasi menyeluruh dan penanganan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu sangat penting untuk mendapatkan hasil terbaik. Mulailah dengan mengidentifikasi penyebab yang dapat diperbaiki, kemudian lakukan perubahan gaya hidup dan, bila diperlukan, pengobatan medis yang tepat.
Jangan abaikan jika Anda sering merasa pusing atau hampir pingsan saat berdiri, kondisi ini bisa menjadi alarm tubuh yang menuntut perhatian segera! Dengan pengelolaan yang tepat, risiko komplikasi serius dapat diminimalkan dan kualitas hidup tetap terjaga.